PENERAPAN BUDAYA LISAN “PISAAN”
MASYARAKAT KOMERING DESA GUMAWANG KECAMATAN BELITANG KABUPATEN OKU TIMUR
A.
LATAR
BELAKANG
Menurut NICOLAUS D. & A. SUDIARJA
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan
rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.
Menurut
ABINENO J. I Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan
bukan "jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang
fana". Menurut UPANISADS Manusia adalah
kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana atau badan
fisik. Menurut SOKRATES Manusia adalah mahluk hidup berkaki dua
yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar. Menurut KEES BERTENS
Manusia adalah suatu mahluk yang terdiri dari 2 unsur yang kesatuannya tidak
dinyatakan
Kebudayaan
merupakan bagian dari hasil cipta karya dari aktivitas manusia. Manusia dengan
segala aktivitasnya telah menciptakan kebudayan dari hasil pemikiran-pemikiran
mereka yang melahirkan berbagai mitos-mitos, tradisi, aliran atau filsafat
dalam kehidupannya. Hal tersebut tidak terlepas dari penciptaan manusia sebagai
makhluk sempurna di muka bumi ini yang dilengkapi dengan akal budi. Dengan
karunia tersebut, manusia mampu menciptakan konsep-konsep maupun menyusun
prinsip-prinsip umum yang diikhtiarkan dari berbagai pengamatan dan percobaan.
Dengan akal budinya pula manusia menjadikan keindahan penciptaan alam semesta
seluruhnya dan ciptaan kekuasaannya.
Dan
Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian pendengaran, penglihatan dan
hati. (Tetapi) sangat sedikit kamu yang bersyukur
(QS al-Mu’minun,28:78)
Kebudayaan
berasal dari kata Sansekerta, budhayah,
ialah bentuk jamak dari budhi yang berarti
budi atau akal. Sehingga kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang
bersangkutan dengan akal. Sedangkan budaya itu merupakan daya dari budi yang
berarti cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan itu segala hasil dari cipta,
karsa dan rasa manusia.
Definisi lain
dari kebudayaan merupakan keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil cipta,
karsa dan rasa manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara
belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Kebudayaan
terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Kebudayaan
jasmaniah (kebudayaan fisik) yang meliputi benda-benda ciptaan manusia,
misalnya alat-alat perlengkapan hidup.
2. Kebudayaan
rohaniah (nonmaterial) yaitu semua hasil ciptaan manusia yang tidak bias
dilihat dan diraba seperti : religious, ilmu pengetahuan, bahasa dan seni.
Budaya
lisan merupakan salah satu bagian dari jenis kebudayaan rohaniah (nonmaterial)
yang mempunyai fungsi dan kedudukan tertentu dalam berbagai jenis kehidupan.
Keberadaannya mencerminkan kekayaan kejiwaan, filsafat watak dan lingkunagn
peradaban yang sudah ada dan sudah terbentuk dalam tradisi dengan segala gerak
perubahannya. Dikatakan budaya lisan karena tidak terdapat peninggalan yang
berupa tulisan.
Salah
satu masyarakat yang memiliki warisan budaya lisan tersebut adlah masyarakat
komering desa Gumawang kecamatan Belitang kabupaten Oku Timur. Masyarakat
komering ini dikenal mempunyai kemampuan lisan yang tinggi terbukti dari
banyaknya peninggalan sastra lisan berupa pantun, puisi, teka-teki, dan lagu.
Berdasarkan
wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Bapak H. Akuan Cik Din selaku
pemangku adat komering desa Gumawang tanggal 23 Maret 2011, pada tahun 1950an
masyarakat awal desa Gumawang yaitu masyarakat komering menggunakan budaya
lisan “pisaan” ini sebagai sarana berkomunikasi untuk menyampaikan maksud
antara pihak satu dan pihak lainnya dalam berbagai acara adat seperti adat
melamar, adat pernikahan, adat perkenalan morli meranai (muda mudi), adat
pemberian gelar dan lainnya.
Jenis-jenis
budaya sastra lisan antara lain ; warah-warah, sangkiman, ringgok-ringgok,
tambai-tambai, halu-halu, hiring-hiring, canggot, hanna, incang-incang dan
sanak bugurau. (Hatta dan Arlan, 126:2002)
Dalam
masyarakat desa Gumawang hanya mengenal beberapa istilah budaya sastra lisan
tersebut dengan sebutan pisaan, antara lain; warah-warah, sangkiman dan
hiring-hiring.
Masyarakat komering khususnya desa
Gumawang saat ini terlihat begitu simple dalam berbagai pelaksanaan acara-acara
adat. Tidak begitu terlihat dengan jelas bagaimana budaya-budaya asli yang dulu
menjadi ciri utama masyarakat komering. Hal tersebut sangat jelas tampak pada
acar pernikahan yang awalnya merupakan salah satu acara adat yang begitu
kompleks dengan menggunakan berbagai budaya didalamnya, kini terlihat sangat
singakat dan begitu cepat pelaksanaan waktunya.
Morli meranai (muda mudi) masyarakat
komering juga terlihat kurang menerapkan bahkan melupakan warisan budaya ini.
Dalam beberapa acara adat morli meranai, sangat jarang sekali menerapkan budaya
lisan ini, bahkan dalam penggunaan bahasa sehari-hari saja mereka sangat jarang
menggunakan bahasa komering atau bahasa adat mereka. Dari alas an tersebutlah
peneliti melakukan penelitian ini.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang tersebut, masalah utama yang akan dicari jawabannya dalam
penelitian ini adalah Bagaimana penerapan budaya lisan “pisaan” masyarakat
komering desa Gumawang kecamatan Belitang kabupaten Oku Timur.
C.
TUJUAN
PENELITIAN
Dari rumusan
masalah diatas, peneliti dapat menentukan tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk
mengetahui peranan budaya lisan “pisaan” masyarakat komering desa Gumawang
kecamatan Belitang kabupaten Oku Timur.
D.
MANFAAT
PENELITIAN
Selain
tujuan diatas, penelitian ini juga memiliki manfaat yang dapat diambil yaitu
secara teoritis dan praktis.
1. Secara
teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang praktis
tentang keberagaman budaya-budaya local di Kabupaten Oku Timur khususnya
peranan budaya bagi kehidupan social masyarakat komering di Oku Timur.
2. Secara
praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan khususnya
berhubungan dengan peranan budaya lisan “pisaan” masyarakat komering desa
Gumawang kecamatan Belitang kabupaten Oku Timur.
3. Penelitian
ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi siapa saja yang
berkepentingan dengan penerapan budaya lisan masyarakat komering di Indonesia.
4. Penelitian
ini diharapkan dapat menjadi bahan sumbangan pemikiran bagi masyarakat dalam
melestarikan warisan budaya local.
E.
TINJAUAN
PUSTAKA
A. DEFINISI
KEBUDAYAAN
Menurut SELO SOEMARDJAN & SOELAIMAN SOEMARDI
Kebudayaan adalah sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide yang ada dalam
pikiran manusia dalam pengalaman sehari hari yang sifatnya abstrak
KARL MARX Kebudayaan adalah teori anti kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks, yang
didalamnyaterkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum,
adat isstiadat dan kemampuan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh
manusia sebagai anggota masyarakat. (E.B. Tylor 25:1997)
Kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang
dipelajari dan hasil tingkah laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung dan
diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu. (R. Linton 25:1997)
Kebudayaan
adalah keseluruhan dari hasil perbuatan manusia yang bersumber dari kemauan,
pemikiran dan perasaannya. (A.L. Kroeber dan Clyde Kluckhon 25:1997)
Kebudayaan
adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang harus
didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan
masyarakat. (Koentjoroningrat, 25:1997)
Kebudayaan
atau budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa dimana
definisi dari berbagai komponen tersebut adalah :
Cipta
: kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam
pengalamannya,
yang meliputi pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu
pengetahuan.
Karsa
: kerinduan manusia untuk menginsafi tentang hal sangkan paran. Darimana
manusia
sebelum lahir (sangkan) dan kemana manusia sesudah mati (paran). Hasilnya
berupa norma-norma keagamaan, kepercayaan. Timbullah bermacam-macam agama,
karena kesimpulan manusiapun bermacam-macam pula.
Rasa
: kerinduan manusia akan keindahan, sehingga menimbulkan dorongan untuk
menikmati
keindahan. Manusia merindukan keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan.
Buah perkembangan rasa ini terjelma dalam bentuk berbagai norma keindahan yang
kemudian menghasilkan bermacam seni. (Djojodigoeno, 27:1997)
Definisi lain
dari kebudayaan merupakan keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil cipta,
karsa dan rasa manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara
belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan
terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Kebudayaan
jasmaniah (kebudayaan fisik) yang meliputi benda-benda ciptaan manusia,
misalnya alat-alat perlengkapan hidup.
b. Kebudayaan
rohaniah (nonmaterial) yaitu semua hasil ciptaan manusia yang tidak bias
dilihat dan diraba seperti : religious, ilmu pengetahuan, bahasa dan seni.
(Rohiman Notowidagdo, 27:1997)
B. DEFINISI
BUDAYA LISAN
Pengertian
budaya secara harfiah kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah,
yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Budaya dapat
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Budaya juga berasal
dari kata budi-daya yang berarti daya dari budi. Jadi, kata budaya atau daya
dari budi itu berarti cipta, karsa, dan rasa.
Prof.
Dr. Koentjaraningrat, seorang ahli antropologi Indonesia yang besar jasanya
dalam pengembangan antropologi di Indonesia, mendefinisikan budaya sebagai
seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia
dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan cara belajar.
William
A. Haviland, seorang ahli antropologi Amerika, mendefinisikan budaya sebagai
seperangkat peraturan yang standar, yang apabila dipenuhi atau dilaksanakan
oleh anggota masyarakatnya akan menghasilkan perilaku yang dianggap layak dan
dapat diterima oleh anggota masyarakatnya.
Sir
Edwar Burnett Tylor, seorang ahli antropolog dari Inggris, pada tahun 1871
untuk pertama kalinya mendefinisikan budaya secara rinci sebagai pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan, dan lain-lain kecakapan yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Budaya
lisan/sastra lisan/tradisi lisan merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat
yang mempunyai kedudukan dan ketentuan dalam berbagai segi kehidupan. (Ery
Antoni, 39:2007)
Budaya
lisan/sastra lisan/tradisi lisan merupakan cerminan kejayaan kejiwaan, filsafat
watak dan lingkungan peradaban yang sudah ada dan terbentuk dalam tradisi
dengan segala gerak perubahannya. (Hatta Ismail dan Arlan Ismail, 125:2002)
C. DEFINISI
MASYARAKAT
Menurut PETER L. BERGER Definisi masyarakat
adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya.
Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas
bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan.
Menurut MARX Masyarakat ialah keseluruhan
hubungan - hubungan ekonomis, baik produksi maupun konsumsi, yang berasal dari
kekuatan-kekuatan produksi ekonomis, yakni teknik dan karya.
Menurut GILLIN & GILLIN Masyarakat adalah
kelompok manusia yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan
persatuan yang diikat oleh kesamaan.
Menurut HAROLD J. LASKI
Masyarakat
adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai
terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama.
Menurut ROBERT MACIVER
Masyarakat
adalah suatu sistim hubungan-hubungan yang ditertibkan (society means a system
of ordered relations).
Menurut SELO SOEMARDJAN Masyarakat adalah orang-orang yang hidup
bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Menurut HORTON & HUNT Masyarakat adalah
suatu organisasi manusai yang saling berhubungan.
Menurut MANSUR FAKIH Masyarakat adalah
sesuah sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan
masing-masing bagian secara terus menerus mencari keseimbangan
(equilibrium) dan harmoni.
Menurut
Abdul Syani, 1987 Masyarakat berasal dari kata musyarak (Arab), yang artinya
bersama-sama, kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul
bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi,
selanjutnya mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia). (Abdul
Syani, 30:1994)
Masyarakat
sebagai community dapat dilihat dari dua sudut pandang ; pertama, memandang
community sebagai unsur statis, artinya community berbentuk dalam suatu
wadah/tempat dengan batas-batas tertentu, maka ia dapat pula disebut sebagai
masyarakat setempat, misalnya kampong, dusun atau kota-kota kecil. Masyarakat
setempat adlah suatu wadah dan wilayah dari kehidupan sekelompok orang yang
ditandai oleh adanya hubungan social. Disamping itu dilengkapi pula oleh adanya
perasaan social, nilai-nilai dan norma-norma yang timbul atas akibat dari
adanya pergaulan hidup atau hidup bersama manusia. Kedua, community dipandang
sebagai unsur dinamis, artinya menyangkut suatu proses (nya) yang berbentuk
melalui faktor psikologis dan hubungan antar manusia, maka didalamnya
terkandung unsur-unsur kepentingan, keinginan atau tujuan-tujuan yang sifatnya
fungsional. Dalam hal ini dapat diambil contoh masyarakat Pegawai Negeri,
Masyarakat Ekonomi, masyarakat Mahasiswa dan sebagainya. ( Abdul Syani,
30:1994)
Auguste
Comte mengatakan bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup
dengan relitas-relitas baru yang berkembang menurut hokum-hukumnya sendiri dan
berkembang menurut pola berkemabangannya sendiri. (Abdul Syani, 31:1994)
Koentjoroningrat
mengakui bahwa masyarakat terbagi menjadi beberapa tipe salah satunya adla
masyarakat pedesaan yang hidup dalam desa-desa terpencil dengan struktur social
yang sangat sederhana, hidup dengan berkebun yang dikombinasikan dengan berburu
dan meramu. (Koentjoroningrat, 144:1997)
D. MASYARAKAT
KOMERING
Menurut
informasi dari penduduk wilayah dan dikuatkan oleh buku terbitan local (Nawawi,
penerbit Mutiara Baturaja) dan catatan-catatan pribadi, komering berasal dari
kata India yang berarti Pinang. (Hatta Ismail dan Arlan Ismail, 8:2002)
Sebelum
abad IX daerah Ogan Komering Ulu sedang ramai-ramainya mengadakan perdagangan
pinang ke India. Untuk mengumpulkan pinang di daerah itu oleh pihak pembeli
ditunjuklah seorang saudagar yang bertindak sebagai perwakilan perdagangan. Kebiasaan
setempat menamai seseorang sesuai dengan tugas pekerjaannya misalnya, saudagar
lada, toke karet dan lain-lain. Kepada wakil pedagang dari India ini rakyat
menamainya sesuai dengan bahasa asal yang bersangkutan, yaitu Komering Sing,
berarti juragan pinang. Kuburan Komering Sing masih ada di dekat pertemuan
sungai Selabung dan Waisaka dihulu kota Muara Dua. Dari tempat tersebut
dinamailah sungai yang mengalir hingga ke Muara (Minanga), dengan nama Sungai
Komering. Mulai saat itulah semua penghuni disekitar sungai tersebut dinamai
orang komering, dan daerahnya dinamai daerah komering. (Hatta Ismail dan Arlan
Ismail, 8:2002)
E. PISAAN
Bindiran
berarti sindiran, disamping digunakan untuk menyindir seseorang, tetapi banyak
digunakan dalam kalimat warah-warah, manjau, hulu-hulu, hiring-hiring dan
lain-lain. (Hatta Ismail dan Arlan Ismail, 141 :2002)
Bindiran
digunakan untuk menyindir seseorang dengan ucapan kata-kata yang sering juga
dipakai dalam kalimat warah-warah, manjau, hali-halu, hiring-hiring dan banyak
mengguanakn kata ibarat. (Ery Antoni, 41:2007)
Berdasarkan
wawancara kepada Bapak H. Akuan Cik Din selaku pemangku adat komering desa
Gumawang 23 Maret 2011, masyarakat komering setempat mengenal bindiran tersebut
dengan nama pisaan yang sama artinya yaitu ungkapan halus untuk menyindir atau
mengutarakan maksud dengan cara tidakl langsung atau terang-terangan, jadi
mirip sebuah ibarat. Pisaan ini terdiri dari warah-warah, sangkiman dan
hiring-hiring.
Warah-warah
berarti menyatakan kehendak yaitu suatu dialog antara yang berkehendak dan piha
yang dikehendaki. (Hatta Ismail dan Arlan Ismail, 127:2002)
Warah-warah
adalah suatu dialog atau perbincangan yang dilakukan pada tahap-tahap menuju
pertunangan antara yang berkehendak dengan pihak yang dikehendaki, dengan
menggunakan Bahasa Komering (bahasa adat) dengan mengguanakan kata-kata
penunjuk orang. (Ery Antoni, 39:2007)
Warah-warah
adalah suatu dialog atau perbincangan yang dilakukan antara dua kubu yang
dipimpin oleh seseorang untuk menyampaikan kehendak atau maksud kepada pihak
yang dikehendaki dengan menggunakan bahasa komering dan kata-kata penunjuk
orang atau sindiran. (wawancara H. Akuan Cik Din, 23 Maret 2011)
Sangkiman
(teka-teki) adalah pertanyaan tersamar yang harus ditebak jawabannya. (Hatta
Ismail dan Arlan Ismail, 142:2002)
Sangkiman
adalah pertanyaan sindiran yang harus ditebak jawabannya. (Ery Antoni, 40:2007)
Sangkiman
adalah pertanyaan sindiran yang harus ditebak jawabannya, dapat berupa pepatah
yang mengandung petuah dan teka-teki atau lelucon untuk menghibur. (wawancara
H. Akuan Cik Din, 23 Maret 2011)
Hiring-hiring
adalah sejenis pantun bersahut yang dilagukan oleh muda mudi dalam bhumiah.
(Hatta Ismail dan Arlan Ismail, 131:2002)
Hiring-hiring
adalah sejenis pantun bersahut yang dilantunkan oleh mouli meranai dalam acara
bhumiah (ningkuk) yang isinya menyatakan curahan hati kepada orang yang
ditujunya dan sebagai bahas perkenalan, awal dari sitadayan. (Ery Antony,
42:2007)
Hiring-hiring
merupakan jenis pantun bersahutan yang dilantunkan oleh mouli meranai dalam
acara bhumiah (ningkuk) yang dikenal dengan nama Halu-halu. (wawancara H. Akuan
Cik Din, 23 Maret 2011)
F.
METODOLOGI
PENELITIAN
Tekhnik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi dan wawancara
mendalam. Tekhnik observasi atau pengamatan merupakan salah satu tekhnik
pengumpulan data atau fakta yang cukup efektif untuk mempelajari suatu system.
Observasi adala suatu pengamatan langsung para pembuat keputusan berikut
lingkungan fisiknya atau pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang
berjalan.
Jenis informasi yang dicari saat
mengamati perilaku para pembuat keputusan berikut lingkungan fisiknya adalah :
a. Mengumpulkan pandangan-pandangan
mengenai apa yang sebenarnya dilakukan para pembuat keputusan.
b. Melihat
secara langsung hubungan yang ada antara pembuat keputusan dengan anggota organisasional lainnya.
c. Mengamati pengaruh yang
ditimbulkan pembuat keputusan terhadap unsur-unsur fisik ruang kerja mereka.
d. Memahami
pesan-pesan yang dikirim lewat kontrolnya (misalnya cara berpakaian, posisi meja)
Observasi
membantu menegaskan atau menolak serta melihat kembali tentang apasaja yang telah ditemukan lewat
wawancara, kuesioner.
Pengumpulan
data melalui wawancara mendalam menggunaka pedoman wawancara yang memuat
pokok-pokok pertanyaan yang harus diajukan. Inkuiri yang berkaitan dengan
pokok-pokok pertanyaan yang ada harus dilakukan, tetapi peneliti dapat secara
luwes mengubah formulasi dan urutan pertanyaan, bila dianggap perlu.
Wawancara
adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan
untuk memperoleh informasi. Hubungan antara interview dan menginterview
bersifat sementara, yaitu berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan kemudian
diakhiri.
Wawancara
mendalam dilakukan dengan tujuan untuk menggali informassi lebih dalam mengenai
pikiran serta perasaan informan dan untuk mengetahui lebih jauh bagaimana
informan memandang dunia berbagai perspektifnya pencarian informasi secara
emic.
G.
ANALISIS
DATA
Analisis data
adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat ditafsirkan. Menyusun data
berarti menggolongkannya ke dalam berbagai pola, tema atau kategori. Tafsiran
atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola
atau katergori, mencari hubungan antara berbagai konsep. (Nasution, 126:1988)
Penelitian ini
menggunakan pendekatan kesejarahan, karenma itu informasi akan dikumpulkan
dengan menggunakan metode historis. Menurut metode ini pelaksanaan cara
kerjanya dikelompokkan atas empat tahap kegiatan :
1. Kegiatan
Heuristik, yaitu kegiatan untuk menghimpun jejak-jejak masa lampau dari
persoalan yang diteliti,
2. Kegiatan
Kritik Sejarah, yaitu kegiatan untuk menelusuri kesejarahan infirmasi yang
diperoleh dengan melakukan kritik intern dan ekstern. Kritik intern
dipergunakan untuk mengetahui orientas informasi yang diperoleh.
3. Kegiatan
Interpretasi untuk menginterpretasikan perolehan yang telah lolos kritik guna
menetapkan bagaimana makna yang saling berhubungan antara informasi yang satu
dengan yang lain.
4. Kegiatan
penyajian (historiografi), yaitu kegiatan untuk memilih makna peristiwa yang
saling berhubungan. Untuk kemudian dikaitkan secara kuasatif dan kronologis
dalam suatu kisah sejarah. (Arifin, 23-24:1987)
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani.
1994. Sosiologi Skematika, Teori dan
Terapan. Jakarta : Bumi Aksara
Arifin.
1987. Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah.
Bandung : Pustaka Sejarah
E.K.M.
Masinambow. 1997. Koentjoroningrat dan
Antropologi di Indonesia. Jakarta :
Assosiasi Antropologi Indonesia
Ismail,
Hatta dan Arlan Ismail. 2002. Adat
Perkawinan Komering Ulu Sumatera Selatan.
Palembang : Universitas Tridinanti
Nasution.
1982. Metode Research.Jemmars.
Notowidagdo,
Rohiman. 1997. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan
Al-Quran dan Hadist.
Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada
Tim
Redaksi. 2007. Adat Budaya Komering.
Oku timur : Badan Pariwisata dan Seni
Budaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar